Malam mulai menunjukkan arogannya. Angin yang dingin, tak lagi sepoi. Gulita yang memakan cahaya sampai tak bersisa. Aku mulai merapatkan jaketku, menarik retsletingnya sampai ke pangkal leher. Kalau sampai lebih dingin lagi dari ini, akan kupakai capuchon-nya, batinku. Lalu aku melihatmu, masih saja tenang dengan kaos oblong tipis berwarna biru tua kesayanganmu. Kamu sama sekali tidak tampak kedinginan.
Tunggu dulu, ada yang jauh lebih dingin sepertinya. Keadaan hatimu saat ini. Siang tadi kamu mengirim pesan singkat padaku, bahwa kamu ingin bicara. Aku merasa ada sesuatu yang tidak beres, jadi kuiyakan saja ajakanmu keluar malam ini. Jadi di taman ini, yang ayunannya kadang kita pakai untuk nostalgia semasa kecil. Kita akhirnya duduk berdua. Berdekatan, tapi entah aku merasa sangat jauh. Satu jam berlalu dalam hening, tidak ada yang membuka suara. Demi Tuhan aku membenci kamu yang sangat ahli dengan diam-mu. Rasanya ingin sekali kujitak kepalamu, sampai kamu marah, sampai kamu ngomel, sampai kamu menjitakku balik. Asalkan jangan diam seperti ini.
I'm counting the seconds until you break the silence
So please just break the silence!
So please just break the silence!
Sampai akhirnya aku tak tahan, dan memberanikan diri untuk bicara. Aku menatap ujung kakiku yang juga diam.
"Kamu sebenernya mau ngomong apa sih? Cepetan dong. Nyadar nggak kalo dari tadi kita cuma diem-dieman?", kataku. Sementara kamu masih saja diam.
"Edo, kamu nggak denger aku dari tadi bersin-bersin? Aku lagi flu, tapi aku belain ikut kamu ke sini. Tapi kamunya malah diem aja. Ada apa sih? Kalo kamu nggak ngomong juga, mending aku pulang. Aku bisa cari taxi", aku mulai kesal. Kamu tak bergeming. Aku kehabisan kesabaran. Kutinggalkan bangku yang dingin ini, biar kamu bisa menikmatinya sendirian. Baru selangkah, kamu menahan lenganku.
Lalu bicaralah kamu. Seperti sekian lama memendam sesuatu. Kata-kata tidak berheti berluncuran dari mulutmu. Ternyata kamu bisa juga peduli dengan kata-kata oranglain. Kata-kata yang demikian sering menyudutkan kita. Bahwa kita amat berbeda. Bahwa kamu begitu. Sedangkan aku begini. Bahwa aku sebenarnya bisa mendapatkan yang lebih baik, dan bla bla bla. Aku bahkan tak sanggup mengingat semuanya secara keseluruhan.
Dan malam ini, aku menangkap dengan sangat jelas, rasa takut kehilangan yang amat dalam, yang berpendar berkilat-kilat dari kedua matamu. Aku hanya tersenyum.
"Mereka tahu apa tentang kita? Mereka nggak tahu apa-apa, dan nggak perlu tahu. Mereka nggak perlu memahami apa-apa, selama aku dan kamu ngerti gimana caranya ngejalanin apa yang kita perjuangkan, sampai detik ini..", kataku sambil menatap matanya dalam-dalam.
Di perjalanan pulang, aku membagi headset ke sebelah telinganya...
So you see, this world doesn't matter to me
I'll give up all I had just to breathe
The same air as you till the day that I die
I can't take my eyes off of you
I'll give up all I had just to breathe
The same air as you till the day that I die
I can't take my eyes off of you
0 komentar:
Posting Komentar