Aku membenarkan letak dudukku. Di sini, di taman ini, aku sedang menikmati senja. Kali ini buku sktsaku ketinggalan, jadi aku tidak akan melukis senja seperti biasanya. Biasanya aku akan melukis hamparan awan-awan yang membentuk berbagai formasi di angkasa. atau sekedar mengabadikan warna merah senja yang selalu berhasil membuatku merasa damai. Tapi yang ada di tasku cuma notes kecil.
Aku membuka notesku. Entahlah, mungkin iya, aku masih belum bisa melupakannya. Serta merta jemariku menulis lagi tentangnya. Tentang kecuekannya, tentang kesukaannya pada musik rock, tentang rambut acak-acakannya, tentang jaket jinsnya yang dicuci dua bulan sekali, semua tentangnya. Sampai tak kusadari, air mataku menetes perlahan.
"Hei, kamu ngapain?", suara yang kukenal, telapak tangannya membelai pundakku lembut. Cepat kuhapus air mataku.
"Eh, Alfan, udah lama?", tanyaku.
"Nggak, barusan aja nyampe. Mendung nih, sayang, pulang aja, yuk..", ajak Alfan. Aku mendongak, melihat langit, ternyata benar, warnanya kelabu. Aku segera menutup notes kecilku, kemudian berjalan di sebelah Alfan.
Alfan menggamit tanganku, dan tersenyum. Demi Tuhan, ini senyum paling damai yang pernah kulihat. Senyuman ini yang pertama kali membuat tangisanku berhenti, di pusara kala itu.
Reno, aku harap kamu yang mengirimkan Alfan untuk menggantikan kamu di sisiku. Alfan, yang membuat hariku kembali berwarna, setelah kamu tiada..
dan kau hadir menrubah segalanya
menjadi lebih indah
0 komentar:
Posting Komentar