"Yaaah, dompetku ketinggalan, Yang.."
"Yaudah, aku aja yang bayar, nyantai aja..", sahut Anisa sambil tersenyum. Aku yang duduk di depan mereka berdua cuma bisa membatin. Anisa kok ya, mau-mau aja dikadalin sama Freno. Dikit-dikit minta bayarin, dikit-dikit lupa bawa dompet, dikit-dikit kok terus, lama-lama ya jadi banyak lah kalau gitu caranya.
"Aku bayarin kamu juga, ya Far?", tawarnya.
"Nggak usah, Nis. Makasih ya, tapi walaupun aku nggak bawa dompet, duitku aku kantongin kok, tenang aja..", jawabku sambil melirik ke arah Freno, sedangkan yang dilirik balas memelototi aku. Aku cuek saja, kulahap sisa pentol di mangkok baksoku.
Aku nggak habis pikir sama orang-orang macam Anisa. Entah mungkin mereka terlalu baik hati, jadi bisa dengan mudah dimanfaatkan sama orang yang nggak modal kayak si Freno. Kalau aku jadi Anisa, udah aku putusin tuh dari dulu. Enak aja, emang aku siapanya, bisa diminta bayarin ini-itu. Apa mungkin itu ya yang namanya terlalu cinta? Ah, entahlah. Untungnya sampai sekarang aku nggak punya pacar yang kayak begitu. Mmm, nggak punya pacar sih, lebih tepatnya. Males banget deh, kalau punya pacar yang parasit banget macam Freno.
"Halo? Far, sibuk nggak?"
"Nggak kok, Do, kenapa? Mau beli pulsa lagi?"
"Hehehe, iya.. Penting banget, nih. Minggu depan aku bayar semua, sekalian yang bulan kemarin, em, bulan kemarinnya lagi juga.. Ayo lah, Far, kita kan temen dari kecil.."
"Iya, iya, kayak biasanya ya? ke nomermu yang ini, kan?"
"Iya, thanks ya, Far!"
Klik! Telepon diputus. Aku menepuk jidatku sendiri.
Tigabelas empatbelas ^_^
BalasHapuslimabelas enambelas..
BalasHapusmakasi udah berkujung :D