Hai November, tinggal 2 bulan lagi sisa waktu untuk bisa menambah postingan. Targetku adalah aku bisa melampaui jumlah postingan di tahun lalu, 87 postingan. Bukankah aku ingin menghidupkan blog ini sampai tua? Maka ini yang harus kulakukan, reminder untuk tetap menulis, reminder untuk posting lebih banyak lagi dan lagi dan lagiii..
Kali ini mau ngebahas analisis SWOT untuk diri sendiri. Udah pada familiar sama analisis SWOT kan? Itu lho, analisis S(trong)W(eakness)O(pportunity)T(hreat). Biasanya analisis ini bakal sering didenger di ilmu manajemen, atau ketika kita ngomongin bisnis, bahkan ngomongin instansi nonprofit, analisis ini juga sering dibahas. Karena multifungsi, aku jadi pengen nulis penerapannya untuk diri sendiri.
Kenapa tiba-tiba pengen bahas SWOT untuk diri sendiri? Berkaca dari pengalamanku waktu jadi jobseeker, hehehe. Diinget-inget lagi, waktu aku masih berjuang nyari kerja, aku selektif banget pas pilih lowongan mana yang aku masuki. Bukan lantaran aku pilih-pilih yang gajinya besar atau perusahaan yang bergengsi, tapi aku pilih lowongan mana yang sekiranya aku punya peluang besar untuk bisa keterima.
Aku ambil contoh diriku sendiri , ya. Hehehe. Sekedar gambaran, aku orangnya kecil, tinggi badan rata-rata lah, rata-rata kecil, hahahaha. Aku nyadar banget deh kalo masalah yang satu ini. So, setiap aku lihat lowongan kerja yang salah satu persyaratannya "berpenampilan menarik" atau malah "tinggi badan minimal sekian sekian", waaah, itu pasti udah otomatis aku lewatin. Hahaha. Bukannya pesimis, sih, tapi aku sadar diri aja gitu. Biasanya, perbankan sih yang punya persyaratan macam itu. Kalo dilihat dari analisis SWOT, postur tubuh itu adalah salah satu W-ku. Jadilah aku selalu nyari lowongan yang kira-kira nggak punya persyaratan yang sifatnya fisik (macam tinggi badan dan kawan-kawannya :p). Adalah penting melihat O yang sekiranya tersedia untuk kriteria macam diriku ini.
Lulus kuliah, cuma 2 berkas yang lolos untuk lanjut seleksi kerja, yaitu PCPM Bank Indonesia sama Kementerian Keuangan. Keduanya ini, Alhamdulillah nya sampe ke tahap akhir, dan bisa diterima di salah satunya. :)
PCPM BI, pas tes kesehatan, aku sempet minder juga. Kenapa? Karena yang lolos tuh buset daah, badannya tinggi-tinggi, bagus-bagus, looks so proporsional gitu kalau dibandingin sama aku, huahaha. Pas didata tinggi ama berat, yaudah aku pasrah. Hihi. Tapi, usut punya usut, yang dilihat adalah BMI yang ideal, bukan masalah tinggi minimal atau berat badan minimal. Syukurlah aku masih punya BMI yang ideal. BMI itu Body Mass Index alias Indeks Masa Tubuh. Bisa di-googling kok gimana rumusannya, nanti juga bisa tau kategorinya tergolong ideal, terlalu kurus, obesitas, atau overweight.
Beda lagi ceritanya untuk Seleksi Kementerian Keuangan. Kembali lagi ketika tes kesehatan, ada juga yang namanya tes kebugaran (satu paket ama tes kesehatan). Tes kebugaran ini bentuknya adalah lari 12 menit ngelilingin lapangan KONI (kalau di Surabaya sih tesnya di lapangan KONI). Jadi kan ada lintasan larinya tuh, kita dikasi waktu selama 12 menit untuk ngelilingin lapangan itu sebanyak yang kita mampu. Jujur aja aku emang nggak kuat kalau disuruh lari macam begini. Mending aku disuruh push-up, sit-up berapa kali dah, daripada disuruh lari. Sesuai perkiraan, didukung dengan kondisi badan yang agak nggak sehat, aku cuma berhasil selesain sebanyak 2 kali putaran lebih dikit. Sementara denger-denger, kalau yang cewek, standarnya minimal 4 kali putaran. Hahaha.. yasudahlah yaa.. aku pasrah.. Sambil bertekad untuk berjuang maksimal ketika tahapan wawancara di keesokan harinya. Lagi-lagi, masalah lari adalah W-ku yang lain. Threat-nya adalah bertemu dengan mereka-mereka yang punya keunggulan dalam hal fisik, entah itu fisiknya kuat, atau yang lain.
Dari hal-hal fisik yang menjadi Weakness itulah, aku harus nyari apa-apa saja yang bisa jadi Strength alias keunggulan yang sekiranya jauh lebih bisa dipertimbangkan dibanding weakness-weakness tadi. Dan menurutku, sesi wawancara itulah yang penting banget, punya pengaruh yang besar banget untuk para penyeleksi dalam melihat potensi diri kita. Kemungkinan dari sanalah, aku bisa nyampe berada di sini sekarang (tentunya yang utama ya karena Kuasa Tuhan dan restu orangtua, ya).
Jadi, ada baiknya mulai sekarang, analisislah SWOT dalam diri kita. Yang aku ceritakan di atas tuh cuma salah satu penerapannya aja dalam soal perjuangan menjadi jobseeker, mencari lowongan yang tepat untuk bisa bekerja di tempat yang diinginkan. Hehehe. Kelemahan alias weakness itu sebenernya macam-macam, ada yang bisa diubah (dihilangkan) dan yang nggak bisa diubah. Kelemahan yang bisa diubah misalnya kemampuan berkomunikasi, ini kan bisa dilatih dengan cara ketemu banyak orang baru, latihan bicara di depan umum, dan masih banyak lagi. Sementara itu kita juga harus realistis dengan kelemahan-kelemahan yang sifatnya nggak bisa diubah, ya misalnya postur badan. Bukan berarti pesimis, tapi aku lebih suka menyebutnya dengan realistis. Ada perbedaan besar di antara keduanya. Pesimis akan membuat kita mundur teratur, tapi realistis akan membuat kita cerdas melihat peluang yang tersedia.
Selamat melakukan self SWOT analysis, semoga postingan kali ini bermanfaat :)
0 komentar:
Posting Komentar