Sore ini baru saja menyelesaikan satu novel. Novel? Sejak kapan suka baca novel? Yea, biasanya memang aku lebih suka baca antologi cerpen, dan jarang bisa betah baca novel (kecuali untuk novel-novel yang banyak direkomendasikan). Tapiiii, karena akhir-akhir ini keinginanku untuk bikin novel sedang muncul lagi, maka aku memutuskan untuk 'latihan' baca novel, memperbanyak referensi. Jadilah aku beli beberapa novel, dan berlatih melahapnya satu demi satu.
And finally, Holland karya Feba Sukmana berhasil kurampungkan. Novel ini aku beli di toko buku dekat kos. Dont judge a book by its cover?
pict taken from goodreads.com |
Ummm, i dont think so. Honestly, sometimes i do judge a book by its cover, hehe. Awal tertarik karena ngelihat cover bukunya yang lucu, gambar sudut kota berwarna hitam putih, dibingkai dengan warna oranye yang lumayan menyolok. Aku baca sekilas sinopsis di sampul belakangnya, dan langsung mbatin "ok, i'll read it", kemudian membayarnya ke kasir.
Novel yang aku baca kali ini, berkisah tentang seorang gadis bernama Kara, yang dalam misi pencarian jati dirinya. Alur hidup membawanya jauh ke negeri kincir, Belanda. Di kota pelajar (mungkin semacam Yogyakarta di Indonesia) Leiden, Belanda, dia menempuh pendidikan S2, dan pada akhirnya menemukan banyak jawaban atas ceceran pertanyaan yang disimpan jauh, disimpan lama dalam benaknya. Di negara tulip itu pula, batin Kara banyak bergolak, mengalami pencarian dan pertemuan yang serupa kepingan-kepingan puzzle--yang sedikit demi sedikit mulai menampakkan gambar utuhnya.
Membaca karya Feba Sukmana ini, kita akan dibawa berkelana jauh ke negeri Belanda, khususnya kota Leiden. Salah satu kenikmatan membaca adalah imajinasi kita bisa bebas liar menciptakan lukisan dari kata-kata yang kita cerna. Feba menggambarkan sudut-sudut kota Leiden dengan sangat apik, dengan sangat detail. Aku bisa membayangkan rasa dinginnya, aku bisa membayangkan bagaimana tokoh-tokoh dalam novel itu begitu menikmati bersihnya udara ketika berbaring di rerumputan. Keren! Satu lokasi yang paling aku suka dari penggambaran Feba adalah kastel de Burcht, sebuah kastil tua yang ada di atas bukit. Ah, aku jadi membayangkan berada di situ, sekedar membaca novel sambil minum teh di puncaknya, dan sesekali menerawang jauh menikmati indahnya panorama sekitar kastel. Hmmm..
Oh iya, karena bersetting di Belanda, kita juga bisa menemukan beberapa kata dan kalimat sederhana dalam bahasa Belanda dalam novel ini. Nggak cuma itu, banyak sejarah mengenai Indonesia dan Belanda dibahas di sini, jadi sambil baca cerita, secara nggak langsung aku juga belajar sejarah. Semacam sambil menyelam minum air gitu, deh :)
Aku suka gaya penceritaan Feba. Melalui sudut pandang orang ke tiga, penggambaran mengenai para karakternya jadi terkesan gamblang dan obyektif. Untuk aku, novel ini nggak terlalu bikin aku seperti naik roller coster dan mengaduk-aduk perasaan, sih. Tapi, Feba Sukmana berhasil membuatku betah, berhasil me-maintain rasa penasaran sampai menuntaskan akhir cerita. Beberapa detail dalam ceritanya juga sempat bikin aku salah sangka dan senyum-senyum sendiri sambil membatin "good, ini bukan seperti cerita-cerita di ftv atau sinetron".
Ada salah satu kebetulan yang lucu, karena salah satu pesan penting dari novel ini, adalah hal yang baru saja aku pelajari sungguhan dalam hidup. Tentang keberanian, tentang berjuang mendapatkan jawaban. You know, lebih baik mendapatkan jawaban yang mungkin tidak siap kita hadapi, daripada terus tenggelam dalam pertanyaan, kan? Aku sih setuju sama pemahaman seperti itu. Dan, nggak ada yang perlu disesali dari sesuatu yang sudah diperjuangkan.. ;)
Overall, ini adalah novel yang indah dan menyenangkan untuk dibaca dari Feba Sukmana, kamu sudah baca??
tetep aja enak tawangmangu, Mbak...
BalasHapusPinjem Novelnya boleh, Ul? hehe
BalasHapus