Jam di
tanganku menunjukkan pukul tujuh malam.
“Satu jam
lagi,” gumamku. Mataku menengok ke sekitar, Mama belum tampak. Dari tempatku
duduk, terlihat dengan jelas suasana di luar, hujan deras. Hawa sendu makin
menusuk saja tanpa bisa kulawan.
Aku menerawang,
mencoba mengingat-ingat masa kecil, dimana segala sesuatunya masih sederhana.
Pagi bangun, dimandikan Nenek, disuapi Mama, main-main sepanjang hari, hingga
sore datang. Biasanya, jam setengah 5 sore aku sudah selesai mandi, lalu dengan
bedak yang cemong di sana-sini, aku menunggu Mama pulang dari kantor. Kantornya
tidak jauh, hanya selisih beberapa rumah saja dari rumahku. Kontraktor yang
baru dibangun itu menjadi kantor pertama tempat Mama bekerja. Karena dekat,
sering juga Mama menyempatkan pulang ketika jam istirahat, menyuapiku makan
siang.
Masa
kecil yang tidak bisa dikatakan ideal, tapi aku sangat bahagia. Setiap awal
bulan, ketika Mama baru menerima gaji, kami selalu menghabiskan waktu berdua
saja. Kalau kata orang-orang kekinian, sih,
quality time. But anything you named
it, aku selalu menikmati saat-saat itu bersama Mama, walau ritualnya tidak
pernah berubah. Hari Minggu pagi di awal bulan, setelah Mama selesai
mengerjakan pekerjaan rumah macam menyapu, mengepel, dan lain sebagainya, kami
akan pergi ke mall kecil yang tidak begitu jauh dari rumah. Sesampainya di
sana, aku akan dengan sangat hapal langsung menuju eskalator, dengan gandengan
tangan Mama yang melekat erat. Aku tidak pernah mau digendong kalau naik
eskalator, “Aku sudah besar, Ma,” kataku selalu. Mama menurutiku, ia memang
tidak menggendongku, tapi ia akan mengangkat tubuhku jika sudah sampai ujung
eskalator. “Mama takut kamu kejepit,” begitu katanya sambil tersenyum.
Di lantai
dua mall, ada bagian permainan anak-anak. Helikopter, pesawat-pesawatan,
kuda-kudaan, sampai robot-robotan besar juga ada. Semuanya dijalankan
menggunakan koin, dan aku berani menaiki semuanya sendirian. Mama hanya
bertugas membeli koin, dan mengangkatku untuk menaiki beberapa permainan yang
terlalu tinggi. Sisanya, aku tertawa-tawa, sementara Mama mengawasi sambil
sesekali berkata, “Hati-hati”.
Setelah
puas bermain, Mama pasti membawaku ke restoran cepat saji. Di zaman itu, makan
di resto cepat saji menjadi salah satu barang mewah yang tidak bisa dilakukan
setiap hari, atau kapanpun kami ingin.
Jadi, hanya di awal bulan kami bisa makan di sini, ketika gaji Mama belum
terkuras untuk membayar kebutuhan ini dan itu.
Ritual
awal bulan itu begitu sederhana, tapi selalu bisa mengundang senyum ketika diingat.
“Hayo,
ngapain kok senyum-senyum sendiri?” tegur Mama tiba-tiba.
“Lah?
Mama udah selesai sholat-nya?” sahutku gelagapan.
“Udah
barusan. Kamu udah bawa minum, belum?”
“Belum,
Ma. Nanti aja sekalian beli makan malam.”
“Eh
jangan, beli sekarang aja. Yuk, Mama aja yang beliin.”
Mama
merangkulku, kami menuju salah satu minimarket yang tampak berjajar di sini.
“Kamu mau
minum apa? Air mineral? Susu? Hmm?” tawarnya. Sejenak aku malah teringat masa
kecilku lagi, di Minggu pagi, ketika kami pergi ke supermarket di dekat rumah.
Aku bukan tipe anak kecil yang suka cerewet minta dibelikan macam-macam,
kecuali kalau Mama sudah menawarkan beli sesuatu.
“Air
mineral aja, Ma,” kataku. Mama mengambilkannya dan langsung menuju ke kasir.
Aku mengikutinya dari belakang.
Akhirnya
kami sampai juga di muka peron.
“Alia
berangkat dulu ya, Ma,” pamitku sambil mencium tangan Mama dengan takzim.
Tangan yang selalu terbuka lebar menyambutku pulang. Tangan yang selalu
memelukku erat ketika saat-saat seperti ini datang.
Mama
memelukku, “Hati-hati ya, Sayang. Baik-baik di sana, sholatnya dijaga,”
kata-katanya terdengar lirih nyaris tak terdengar, tapi pelukannya sudah bicara
banyak.
Aku
menyerahkan tiketku pada petugas, lalu masuk ke ruang tunggu. Kereta menuju
Jakarta akan tiba kurang lebih 30 menit lagi. Ruang tunggu ini berdinding kaca,
jadi aku masih bisa melihat Mama di luar. Mama tak pernah pulang sebelum
keretaku benar-benar datang, dan memastikan aku sudah duduk manis di dalam
kereta. Ah iya, satu kebiasaan Mama adalah tak pernah lupa menanyakan siapa
yang duduk di sebelahku. Ya, mungkin saja aku ketemu jodoh di dalam kereta,
kan? Hahaha.
Tinggal
jauh dari Mama adalah sesuatu yang tidak mudah. Kami pernah sama-sama menangis
saling melepas, ketika aku harus bekerja di Jakarta, dan Mama harus tetap
tinggal di Surabaya menjaga Nenek. Total 22 tahun aku hidup bersama Mama, dan
kini kami harus tinggal berjauhan. Kau tahu bagaimana rasanya? Sulit, sangat
sulit.
Tapi tentu
tidak lebih sulit jika dibandingkan kondisi Mama menjadi single parent di usia yang masih sangat muda, 20-an. Membayangkannya
saja aku tak sanggup, tapi Mama berhasil melewatinya dengan tangguh. Aku,
adalah hasil karya nyata dari perjuangan Mama selama ini.
Maafkan
jika jarak ini adalah sesuatu yang harus kupilih, kutempuh untuk membahagiakan
Mama. Maafkan, jika rasanya sulit untuk Mama, untuk kita berdua. Bukankah hidup
harus berjuang, Ma? Maka ini yang aku sebut dengan berjuang.
Ting tong
ting tong
“Diumumkan kepada para penumpang, Kereta Argo
Anggrek Malam tujuan Jakarta akan masuk melalui jalur 1”
Aku menatap
jam tanganku, “Hmm, tepat waktu”.
Sekali
lagi aku menoleh, memastikan Mama masih ada di luar. Dan benar saja, perempuan
cantik berkerudung ungu itu masih ada di sana, dengan senyum yang sama tulusnya
sejak bertahun-tahun yang lalu, berdiri sambil melambaikan tangan.
Kereta
datang, lalu stasiun mulai sibuk. Pramuantar mengemasi kembali tas-tas
penumpang yang menggunakan jasanya. Ibu-ibu dengan cekatan menggendong
balita-balita yang sedari tadi berjalan kesana-kemari. Sementara di sebelahku,
seorang pemuda mengucapkan selamat tinggal lewat handphone yang digenggamnya. Seketika stasiun ini dipenuhi
hawa-hawa perpisahan di setiap sudutnya. Akupun bangkit dari kursi.
“Sampai
ketemu tiga bulan lagi, Ma, anak gadismu ini merantau dulu,” batinku.
membuatku terharu mbak. wow single fighter, bener2 pejuang ya mbak. barakallah sehat selalu mamanya mbak
BalasHapusMbak Aul juga masih single sih.
Hapustemen saya Agnee juga masih single deh.
#edisibermaksudbesanan
Perkenalkan, saya dari tim kumpulbagi. Saya ingin tau, apakah kiranya anda berencana untuk mengoleksi files menggunakan hosting yang baru?
BalasHapusJika ya, silahkan kunjungi website ini www.kumpulbagi.com untuk info selengkapnya.
Di sana anda bisa dengan bebas share dan mendowload foto-foto keluarga dan trip, music, video, filem dll dalam jumlah dan waktu yang tidak terbatas, setelah registrasi terlebih dahulu. Gratis :)
Seru artikel nya aku suka ^^ thanks
BalasHapusDownload film terbaru