Akhirnya tahun ini posting lagi edisi "selalu ada yang pertama", setelah terakhir kali tahun kemarin ya, di triwulan satu (halah triwulan, kayak periode pelaporan penggunaan PMN aja, ul) 2016 ini, aku berkesempatan untuk melakukan hal baru. Apakah itu? Naik gunung! Harus kuakui, denger kata 'gunung' aja aku langsung ciut, masalahnya badan ini apa atuh kalau kudu nanjak naik gunung, hahaha. Takut nyusahin temen seperjalanan lah, ngerepotin doang. But, kali ini, setelah diajakin sama salah satu temen kantor yang anak gunung banget, ada sedikit rasa tertarik, pengen nyobain gimana rasanya naik gunung. Sedikit loh ya, sedikit, karena aku masih harus browsing cari info ini itu tentang Papandayan, sebelum yakin kalau itu gunung trek-nya masih mampu aku jalanin.
Awalnya ada banyak orang yang (kabarnya) mau ikutan trip Papandayan kali ini, tapi karena satu dan lain hal, akhirnya mrotoli sampai hanya tinggal empat orang. Lalu apakah kami batal ke Papandayan karena kekurangan orang? Tidak! Terlalu sayang untuk membatalkan perjalanan yang sudah direncanakan sejak jauh hari. So, kami tetep berangkat walau hanya beranggotakan empat orang, yaitu aku, mbak titis, mas yogi, dan mas imam. Semangat!
Seperti rencana semula, kami berangkat hari Jumat, sepulang kantor, tapi yaa agak maleman lagi sih, biar nyampe Garut nya nggak terlalu dini hari. Akupun memutuskan untuk pulang dulu ke kosan, sementara mas imam sudah bawa barang bawaannya yang segambreng ke kantor, niatnya nggak balik kosan dulu. Kami berempat memang sepakat berangkat bareng naik uber dari kantor ke terminal Pasar Rebo. Nah, karena eh karena mas imam dan barang bawaannya itu tepergok oleh pak bos besar, jadilah seharian Jumat itu kami (saya khususnya) ditanya-tanyaaaa mulu sama orang-orang kantor. Siapa aja yang ikut ke Papandayan, berangkat jam berapa, nginep di sana apa langsung balik, dan banyak lagi pertanyaan yang harus kami hadapi. Sabar ya kakak-kakak, gini emang risikonya kalau mau ngetrip ama artis (aku, red.) :p
Jam menunjukkan pukul setengah 8 pas aku nerima telpon mas imam, ngabarin kalau aku dijemput aja sekalian pake uber-nya. Aku jelas hepi lah, nggak usah repot-repot ke kantor lagi, hehe. Tapi segera aku telpon balik mas Imam..
"Mas, jangan dijemput dah, aku lupa kalau tadi belom absen pulang!!"
Hahahaha, untung inget lah, gara-gara fleksi dan pulang jam 5, aku sengaja nggak absen dulu pas pulang, kan malem bakal ke kantor lagi. Yah, apa boleh buat, aku memang ditakdirkan balik lagi ke kantor.
Untunglah kantor udah nggak rame-rame amat, jadi aku plus ransel plus matras yang kugendong nggak menarik perhatian (bukan apa-apa sih, tas plus bawaannya lebih gede dibanding aku yang ngebawa, ahahaha). Surprisenya, si cipi (silvi) ada, belom pulang dia. Cipi sengaja mau nungguin, mau nganterin aku berangkat (GR) :p. Kami berempat pun menunggu uber yang dipesan mas yogi. Jadi rutenya, begitu uber sampe kantor, kami anterin dulu cipi pulang sekalian jemput mbak titis, terus ke kosan mas yogi, barulah menuju terminal Pasar Rebo. Di tengah keheningan malam, tiba-tiba mas yogi nyeletuk..
"Eh, ternyata saya dulu juga pernah transaksi ama bapak uber yang ini! Waaah.."
Mungkin itu yang namanya jodoh mas, sejauh apapun terpisah, kalau takdirnya ketemu pasti ketemu juga akhirnya, hahaaha.. :p
Jadilah pas uber-nya datang, mas yogi semacam bertemu dengan belahan jiwa yang lama hilang, dia salaman, cipika cipiki ama bapak ubernya, hahaha. Nggak ding, bercanda.. :p
Mobil berjalan menuju cempaka putih, perjalanan kami menuju Papandayan resmi dimulai, start sekitar pukul setengah 9 malam. Di bawah jembatan penyeberangan Pangkalan Asem, mbak titis sudah menunggu, sementara cipi turun dari mobil dan pulang ke kosannya. Perjalanan lanjut ke kos mas yogi dulu, ambil barang-barangnya dia, barang-barang kami juga sih. Dan syok banget aku lihat tasnya yang tinggi, yang sepertinya muat sih kalo aku masuk ke tasnya, hehe.
Lanjut, mobil terus melaju ke terminal Pasar Rebo, lewat tol. Sesekali kami ngobrolin hal yang lucu-lucu, biar nggak ngantuk. Padahal nih di dalem hati udah nawaitu, mau bobok selama di bis nanti. Perjalanan ke terminal memakan waktu sekitar satu jam-an karena kendaraan-kendaraan di jalan lumayan rame, untungnya nggak sampe macet sih.
Sesampainya di terminal, kami memutuskan untuk mampir mengisi perut dulu di salah satu warung yang ada di sana. Aku, mas imam, dan mbak titis pesen pecel ayam, sementara mas yogi, luckily dia mendapatkan soto ayam yang hanya tersisa satu porsi. But not bad, pecel ayamnya lumayan mantap sambelnya, Ah iya, nggak bosan-bosannya aku membahas bahwa pecel ayam ialah bukan nasi pecel dengan lauk ayam, tapi nasi ayam penyet, nasi sambel lauknya ayam (itulah bedanya Jakarta dan Surabaya, tempat dimana kosakata pecel ternyata punya arti yang berbeda). Selesai makan, kami berjalan menuju terminal di seberang jalan. Ternyata ada banyak kios buah di sekitar situ, kamipun tergiur untuk beli buah dulu. Setelah melalui perdebata panjang, terpilihlah kelengkeng, sebabnya kami bayangin makan kelengkeng yang dingin pas kemping, kayaknya maknyus. Kelengkeng sekilo harganya 35.000, dapat dua ikat, lumayan cukup paslah untuk kami berempat.
Nggak pakai nunggu lama, bis yang akan kami tumpangi datang, bis ke Garut. Setelah meletakkan tas-tas besar kami di bagasi, kamipun naik dan memilih tempat duduk. Aku dan mbak titis di bangku yang isinya dua orang, sementara mas imam dan mas yogi di sebelah, yang sebangku tiga orang.
Jam 11-an malam, bis mulai melaju meninggalkan terminal. Papandayan telah selangkah lagi lebih dekat. Dan yaaa, seperti niat semula, dengan didukung perut yang sudah kenyang, kami berempat tidur dengan sukses selama di perjalanan.
Bangun-bangun, setelah kurang lebih empat jam berlalu, mataku yang belum beres-beres amat alias masih ngantuk mencoba melihat keluar jendela, mencari tahu berada dimana bis ini sekarang. Terminal Guntursari, itu yang aku baca dari plang kecil yang tampak dari dalam bis.
"Turun di sini," kata mas yogi. Awalnya aku mikir sih, oh kirain turunnya di terminal garut (?).
Dengan mata yang masih separuh terpejam dan muka bantal, kami turun dari bis. Dan wooooww, terminal ini isinya pendaki gunung semuaaa! Ternyata, memang ada tiga gunung yang bisa dicapai dari terminal ini, ada gunung Papandayan, gunung Guntur, dan gunung Cikuray. Jadilah seisi terminal dipenuhi dengan pemuda pemudi yang di punggungnya menempel itu tas-tas segede gaban. Beberapa dari mereka ada yang langsung meneruskan perjalanan naik mobil pick-up, ada juga yang naik angkot. Karena tujuan kami nggak begitu jauh, kami memutuskan untuk santai-santai dulu. Kamipun keluar terminal, mencari kali aja ada warung yang buka, bisa dipakai singgah dulu sementara.
Waktu menunjukkan pukul setengah empat pagi ketika kami menemukan toko yang lumayan besar untuk singgah sementara. Ada tiga cowok yang juga lagi ada di sana, ngopi dan makan mie, ada juga satu dari mereka yang ngerokok. Pertama kali sampai, perhatianku langsung jatuh pada sosok salah satu dari mereka. Bukan apa-apa, bukan karena ganteng atau apa, tapi karena topi yang dia pakai. Tulisan di topi itu sangat inspiratif sekali, dan menggugah, tulisan di topinya tuh...
Insya Allah Move On.
Ngeri banget kan?!! Sayangnya aku nggak bisa curi-curi ngefoto tulisan di topinya, takut dia kegeeran dikira aku ngefoto dia -___-.
Di toko ini juga kami membeli alias menambah perbekalan. Air mineral, mie instan, gula, dan balsem juga nggak ketinggalan. Kamipun duduk-duduk di toko itu sambil menunggu waktu. Kami ngobrol, ngemil beberapa snack dari ransum yang jumlahnya satu tas lebih. Nah di sini ada satu peristiwa yang bikin aku bete. Kami disamperin anak kecil, ngamen gitu, tapi udah kayak preman. Awalnya satu doang, udah kami kasih. Eh temennya dateng, laaah minta lagi, pake colek-colek segala pula. Hiiiih nyebeliiiiinnn -_____-. Untungnya nggak lama, mereka ngacir.
Jam setengah 5, kami bersiap melanjutkan perjalanan. Masing-masing mengecek bawaan. Aku sempat nyobain tasnya mas imam. Bukan nyoba ngebawa ya, karena bahkan ngangkatnya aja aku nggak sanggup. Berat bingits!
Nah, di tengah kami yang lagi siap-siap ini, lahdalah dua anak tadi muncul lagi! Ampun dah, maksa minta lagi, dan nyolek-nyolek lagi. Untung dilerai ama mas imam, kalau nggak, bisa tak semprot tuh bocah (tapi mikir juga sih, serem euy tindikan-tindikannya T.T).
Baiklah kita sudahi cerita dua anak kecil yang nyebelin tadi (sebenernya kasihan juga sih ya, kecil-kecil kok ya udah preman gitu), kami berempat jalan menuju terminal lagi. Mas yogi yang udah banyak nyari info mengenai pendakian ini, nego sama sopir-sopir angkot yang banyak menghampiri kami. Nggak lama, dapat lah kami satu angkot. Tas kami juga udah dinaikin ke atas angkotnya. Karena sepertinya masih harus nunggu penumpang lain, jadilah kami duduk-duduk di kursi warung yang tutup, nggak jauh dari angkot tadi, sambil bikin video lucu-lucuan sebagai catatan perjalanan ke Papandayan :D
Sampai jam 5, belum juga ada tanda-tanda angkot akan berangkat. Kami sudah sempat disuruh masuk angkot, diminta uang ngiket tas, kemudian disuruh keluar lagi, ganti angkot. Semata karena kuota yang belum mencukupi (yanasib cuman berempat satu rombongan), sementara beberapa rombongan yang baru datang malah langsung berangkat karena jumlah mereka banyak. Kamipun memandangi penuh harap setiap bis yang masuk terminal, berharap segera banyak penumpang yang naik angkot, biar ndang berangkat. Akhirnya ada satu rombongan lagi yang ikut angkot kami, tiga orang, naga-naganya sih mereka terkatung-katung juga karena serombongan cuma tiga orang. Tak lama, persamaan nasib itupun membuat kami berteman, hahaha. Jam 5 lewat beberapa menit, adzan Subuh berkumandang. Setelah bilang ama mamang angkotnya, kami pamit sholat dulu. Ternyata, ada masjid di salah satu gang di terminal situ. Dan, sepertinya itu masjid memang jadi tempat istirahatnya traveller, karena banyak banget yang tidur di teras masjidnya.
Selesai menunaikan sholat Subuh, kami kembali ke angkot dan menemukan bahwa angkotnya sudah hampir penuh, Alhamdulillah. Namun, nggak jauh beda dengan angkot pada umumnya, angkot inipun belum mau jalan kalau angkotnya masih sekedar penuh aja, bukan penuh banget -____-.
Mungkin sekitar jam 6 kurang, tuh angkot baru mau jalan, setelah penumpang memenuhi kuota. Oh ya, kami dikenai tarif 20.000 per orang, plus biaya ngiket tas 20.000, jadi total 100.000. Karena masih ngantuk juga, sepanjang perjalanan aku hanya tidur, nggak peduli dengan pemandangan di luar, hehe. Tau-tau jam 6.45 udah nyampe aja tuh, di pasar Cisurupan. Kami para penumpang akhirnya bisa turun dan ngulet-ngulet, secara empet banget di dalem angkotnya, hahaha. Dari sini, perjalanan masih harus dilanjut dengan ojek, atau mobil pick-up menuju Camp David, Papandayan. Camp David ini, bukan tempat ngediriin tenda, tapi yaa semacam wilayah pos untuk perijinan naik lah.
Tapi, berhubung nih perut udah krucuk-krucuk, mas yogi ngajakin mampir pasar dulu, nyari makan. Berjalanlah kami beriringan menuju pasar. Nantinya, formasi jalan kami hampir selalu sama: mas yogi di depan, aku dan mbak titis di tengah, mas imam paling belakang. Selintas aku jadi ingat pengaturan rombongan serigala yang akhir-akhir ini banyak dishare, hehe :p
Awalnya mas yogi ngajak wisata pasar, alias masuk ke dalam pasar, dia jalan duluan gitu mencoba jalan menyusuri pasar. Sementara aku, mas imam, dan mbak titis ngeliatin doang. Bukannya gimana, ini gembolan gede-gede kalau masuk pasar apa ya nggak nyenggol sana-sini, hahaha. Nggak lama kemudian mas yogi keluar pasar dan menghampiri kami.
"Kayaknya susah ya bawaan kayak gini masuk pasar.."
NAHHHH..
Beruntungnya ada yang jual nasi kuning di bagian luar pasar. Sementara itu, di seberang pasar juga ada toko yang masih tutup, ada terasnya gitu. Jadi kami memutuskan untuk beli nasi kuning aja, makannya lesehan di teras toko. Satu porsi nasi kuning yang banyaaak, lauknya telor bulat, orek tempe, plus kerupuk, minumnya teh anget. Nikmaat deh rasanya. Dan dengan porsi sebanyak itu, harganya cuma 10.000 per porsi :D
Perut kenyang, kami siap melanjutkan perjalanan. Kamipun kembali ke tempat kami turun dari angkot tadi. Di sana, sudah ada 1 pick-up yang siap berangkat (entah kemana) beserta penumpang yang jumlahnya kira-kira 10 orang lah (nggak sempet ngitung, pokoknya tuh mobil bak keliatan udah penuh aja sama orang plus tas bawaannya). Teringat obrolan pas makan tadi kalau aku excited banget pengen naik pick-up, nostalgia jaman KKN dulu, hehe. But, melihat pick-up dan penumpangnya, perasaan langsung nggak enak, jangan-jangan ntar kayak angkot lagi nih, nunggu penumpang, dioper-oper, molor lah berangkatnya. Oh iya, lupa, sebelum nyampe ke titik ini, kami lewat indomaret kan beli gas, ketemu lagi sama rombongan tiga orang tadi, sebut saja Furqon cs. Jadi kami jalan bertujuh deh.
Nah, di samping pick-up yang siap berangkat tadi, ada satu mobil avanza. Kami malah ditawarin naik itu aja. Nah di sinilah aku bimbang mau bersyukur atau sedih karena nggak jadi naik pick-up, hehe. Tapi yaudahlah, anggap saja ini rejeki, maka kami bertujuh naik mobil itu. Agak maksa juga sih, secara barang bawaan kami kan banyak, masuk mobil, yaa umpel-umpelan, but that's ok, camp David sudah nggak jauh-jauh amat, dan untungnya aku dan mbak titis cukup slim untuk nyempil di bangku belakang (separuh bangku ditempatin tas ya, jadi fix kami berbagi satu bangku untuk berdua). Mobil melaju, dari dalam mobil, kami bisa mengamati wajah-wajah penumpang pick-up yang juga mengamati kami. Entah apa yang ada dalam pikiran mereka >.<
Di mobil inilah kami bertujuh cerita-cerita dan malah jadi sepakat untuk barengan pas pulangnya gara-gara pak sopirnya nawarin ngejemput pas pulang dengan tarif 45.000 aja sampai terminal! Tawaran yang terlalu menarik untuk dilewatkan...
Jam 8.21 kami tiba di Camp David, dan bener aja, di sini banyak pedagang, banyak stand-stand gitu. Mas yogi dan mas imam langsung ke pos perijinan untuk lapor, sementara aku dan mbak titis malah nunggu di luar sambil selpi-selpi :p
Kelar lapor, kami menyempatkan foto dulu, sebelum lanjuut perjalanan. Dari ritual melapor tadi kami mendapatkan satu formulir perijinan, dan satu lembar peta.
petanya lupa nggak kefoto :p |
Udara yang segar cenderung dingin dan pemandangan hijau nan indah di sekitar, sekilas membuat aku lupa kalau ini mau naik gunung. Boleh dibilang, yang aku rasain pas mau ngetrip kali ini tuh antara excited dan takut. Seminggu sebelum berangkat, karena udah sebulanan nggak lari pagi, sabtu-minggu aku bela-belain lari keliling di lapangan banteng, buat persiapan, biar nggak nyusahin-nyusahin amat pas ke Papandayan.
And here we are, tanggal 19 Maret, pagi itu, pengalaman pertamaku naik gunung bareng temen-temen kantor...
(to be continued)
0 komentar:
Posting Komentar