Flashback sebentar ke bulan Februari tahun 2017, di atas bukit Seger, Lombok, aku dan mbak Anggi meratapi hari terakhir liburan kami. Sambil menunggu sunset, kami ngobrol.
"Yaaah, besok dah balik Jakarta aja yak.."
"Iyaa.. Tahun depan kemana ya?"
"Labuan Bajo apa?"
Beberapa hari sepulang dari Lombok, mulai browsing-browsing soal Labuan Bajo. Terutama soal tiketnya, hahahaha. Mayan menguras dompet bro, tiket PP-nya seharga 2 kali lipat tiket PP kami ke Lombok. Tapi yaudah nggapapa, keinginan untuk ke Labuan Bajo masih bertahan.
Menjelang akhir tahun 2017, aku dan mbanggi dah ngobrolin mau liburan kemana di awal tahun 2018. Kenapa awal tahun? Karena biasanya awal tahun tuh kerjaan belum pada menumpuk. Jadilah beberapa destinasi kami jadikan opsi, salah dua-nya adalah Labuan Bajo dan Sabang. Sudah banyak obrolan ini itu, akhirnya sepakat Labuan Bajo. Tapi drama belum berhenti sampai di situ. Karena satu dan lain hal, kami ngga sepakat soal waktu liburannya. Terus yaudah, aku merelakan pas mbanggi bilang "ul, kalo aku ke labuan bajo duluan gapapa ya?". Aku dah sempet nyari-nyari alternatif liburan, ke Sabang, ke Bromo, gitu-gitu lah.
Eh tapi beberapa minggu kemudian, mbanggi nanya lagi "beneran ya kalo setelah maret kamu bisa? tapi april-nya awal-awal aja.". Akupun setuju. Mbanggi sampai bikin grup watsap. Oiya, ada satu temen mbanggi yang mau ikutan, namanya mbak Elay. Tapi, seiring berjalannya waktu, mbak Elay nggak jadi ikutan.
Jadi, kembalilah aku dan mbanggi liburan berdua saja.. Hahahha
Setelah sepakat soal waktu, kami masih harus merundingkan apa mau cuma ke Labuan Bajo atau mau explore Flores juga. Mengingat harga tiketnya lumayan, kayaknya sayang kalau cuma ke Labuan Bajo. Singkat cerita, kami memutuskan untuk ke Ende juga, menengok kecantikan Danau Kelimutu.
Okelah, latar belakang cerita liburannya cukup sampai sini aja.
Let the story of our long trip to Ende and Labuan Bajo begins!
Day 1: 10 April 2018
Syukurnya, pesawat liburan kali ini tuh jamnya ada di jam normal, jam 08.45. Jadi, kami nggak perlu deg-degan bangun kesiangan kayak tahun kemaren, hahaha. Dan tetap sih, kami punya kewajiban saling membangunkan. Kali ini, aku yang berhasil ngebangunin mbanggi, yeaaay.. 1 sama yak! :p
Dari kosanku, kami pesen taksi online ke bandara. Alhamdulillah nggak ada kendala selama perjalanan ke bandara. Oh iya, rencananya, trip kami diawali dari Ende dulu, baru ke Labuan Bajo. Jadi hari ini kami naik pesawat ke Ende. Perlu diketahui bahwa nggak ada pesawat direct Jakarta - Ende. Di perjalanan ini, kami harus transit dua kali. Pertama transit di Surabaya, ke dua transit di Kupang.
Sampai di bandara, setelah beres check-in dan nge-bagasi-in ransel yang beratnya lumayan bikin punggung pegel, hal pertama yang kami cari adalah makanan. Maklum anak kos belum sarapan, apalagi perjalanan sampai Ende masih panjang. Akhirnya kami mutusin untuk beli roti dan air minum. Tapi jangan salah, melihat ada stand alfa****, mbanggi tergoda mampir dan beli sebentuk pastry gitu. Katanya enak. Mungkin emang enak, soalnya dia nampak lahap dan bahagia makan-nya, wkwkw.
Jam 08.45, pesawat cabs meninggalkan Jakarta menuju Surabaya. Alhamdulillah dapat cemilan, jadi roti yang tadi kami beli bisa disimpan dulu, hehe. Sampai Surabaya jam 10.15, kami diminta untuk keluar pesawat dan menunggu di ruang tunggu. Rasa hati ingin berlari ke rumah, mumpung di Surabaya, hahaa. Sayang transitnya cuma bentar. Sekitar jam 11an kami masuk pesawat kembali untuk terbang menuju Kupang.
wajah masih cerah, wkwk |
Pas masuk pesawat, semerbak aroma makanan. Aku dan mbanggi bisik-bisik, jangan-jangan dapat makan, nih. Haha. Beberapa menit setelah take off, ternyata beneran makanan dibagikan. Alhamdulillaah :D Setelah makan, terbitlah kenyang, ngantuk pun datang. Kamipun tidur sampai Kupang.
Oh iya, keberangkatan ke Kupang tadi agak molor, sebabnya ketika sampai bandara El Tari Kupang, kami langsung dipanggil untuk masuk pesawat menuju Ende. Pemandangan indah menghiasi perjalanan dari Kupang ke Ende, karena pesawatnya terbang rendah, jadi pemandangan di bawah nampak jelas.
Pukul setengah 4 sore, kami mendarat di Ende. Setelah ambil bagasi, kami harus segera memutuskan mau naik apa ke desa Moni (desa tempat Kelimutu National Park berada). Jadi, di Ende tuh belum ada taksi komersil. Kalau kita bicara taksi, maka itu berarti carter mobil. Mengingat-ingat artikel blog yang kami baca, ada opsi untuk naik travel. Mbak petugas bandara tetiba nanyain kami mau kemana, kami bilang mau ke desa Moni. Mbaknya nawarin naik taksi, sambil ngasi nomor urut gitu. Dari mbaknya pula kami tahu kalau tarif ke desa Moni itu 500ribu. Tapi masi rancu, 500ribu untuk satu mobil atau per orang. Tapi kami nggak sempat nanya detail karena buru-buru mau sholat. Akhirnya tas kami langsung dibawa ke dalam mobil sama sopirnya. Setelah sholat, kami mikir-mikir lagi, kalau 500ribu untuk satu mobil mah kayaknya mending langsung ke Moni aja. Karena gini, waktu itu udah jam 4 sore, kalau mau ke pangkalan travel berarti kan kami mesti nunggu penumpang lain juga, takut kemalaman sampai Moni.
Di dalam mobil, kami nanya sama sopirnya, 500ribu itu per orang atau per mobil. Ternyataaaa per mobil, hehe. Akhirnya lah kami memutuskan nyewa mobil itu sampai Moni. Nah di perjalanan, kami dan mas Ferdi (sopirnya namanya mas Ferdi, gaes) ngobrol soal transportasi kami untuk ke Kelimutu dan balik ke Ende keesokan harinya. Rencananya, kami mau sewa ojek ke Kelimutu (pihak penginapan bisa bantu nyarikan) dan balik ke Ende naik travel. Di luar dugaan, mas Ferdi nawarin untuk ke Kelimutu sekalian balik ke Ende, dengan tarif 1,3 jeti. Hahaaa. Aku sama mbanggi berunding dulu. Kami sampai bandingin pengeluaran kalau misal naik ojek dan travel. Sebenarnya selisih 200-300 ribu, sih. Seakan paham kebimbangan kami, mas Ferdi bilang "Bisa mba kalau mau nawar..". hahahaaha. Setelah tawar menawar, sepakatlah kami dengan tarif 1,1 juta. Mas Ferdi girang, kami tenang karena transportasi sudah terjamin, hehehe.
Perjalanan dari Ende ke desa Moni memerlukan waktu sekitar 2 jam-an. Sebaiknya sih jangan tidur alias memejamkan mata, karena pemandangan indah terbentang sepanjang perjalanan. Perbukitan, rumah-rumah penduduk. Dan yang nggak kalah menyenangkan adalah hawa dinginnya. Mas Ferdi nih service excelent banget. Kalau ada spot bagus, dia melipir dan ngefotoin kami berdua, hehehe. Sempat hujan di perjalanan, tapi nggak lama. Dalam hati kami berharap supaya scuaca cerah selama liburan, hehe.
Hari sudah gelap ketika kami sampai di penginapan. Kami pesan penginapan yang namanya Watugana Bungalow. Letaknya bener-bener di pinggir jalan utama, plang-nya juga lumayan jelas, kok, jadi nggak susah ditemukan. Penginapan ini masih konvensional banget, nggak ada sistem check-in. Jadi pas kami datang, cukup bilang kalau udah pesen lewat traveloka, langsung deh ditunjukin kamarnya. Kamipun masuk kamar untuk istirahat, setelah janjian sama mas Ferdi besok dijemput jam 4 pagi menuju Kelimutu.
Setelah gegoleran beberapa saat, menyadari batere hp yang menipis, aku nyari colokan. Dan ternyataaaa tidak ada colokan sodara-sodaraaaa, wkwkwkw. Jadilah semalam itu kami mengandalkan powerbank saja. Tapi perlu digarisbawahi ya gaes, kamar yang kami pilih adalah kamar paling murah, mungkin kalau kamar yang agak mahalan ya ada colokannya. But overall, kamarnya bersih, kamar mandinya juga bersih, jadi nggak masalah buat kami. Salah satu cara kami nekan pengeluaran adalah dari segi penginapan. Karena buat kami penginapan tuh hanya untuk numpang tidur, naruh barang, numpang mandi, jadi yaaa as long as kamarnya bersih, akses ke jalannya mudah, it's okay.
Setelah beberes sebentar, kami mutusin untuk nyari makan, laper. Untunglah di seberang jalan ada tempat makan, kayak kafe gitu. Kamipun makan di situ. Aku bingung mau pesan apa, akhirnya pilih nasi goreng. Menunya pake bahasa inggris gitu, kan. Mbanggi lihat-lihat menu, terus nunjuk "rice noodle" sambil ngomong "Oh, nasi mawut, nih. Udahlah ini aja."
Setelah pesan, dengan sabar kami menanti makanan. Perut udah krucuk-krucuk kelaparan, mata juga ngantuk. Bisa dibilang seharian kami ada di perjalanan, pegel juga ternyata. Datanglah makanan kami. Surprisingly enak lho nasi goreng yang aku pesan, nyaaaamm. Makanan mbanggi pun datang juga. Daaaaaan, baru ngeh kalo rice noodle itu bihun yak. Hahahahaha. Kami makan dengan lahaaaap, emang kelaparan sih.
Setelah makan, kami beli air mineral botol gede untuk bekal besok. Sekitar jam 8 malem, kami balik ke penginapan, dan bobok syantik.
Day 2: 11 April 2018
Alarm membangunkan kami jam setengah 4 pagi. Setelah bebersih, kamipun siap-siap. Nggak banyak yang kami bawa, cuma hp, kamera, air minum. Sembari nunggu dijemput, kami makan roti yang kemaren dibeli di bandara, wkwkwk. Jam 4 lewat, mas Ferdi belum menampakkan batang hidungnya. Padahal katanya dia jam 4 mau jemput sekalian gedorin pintu. Oiya, anjing peliharaan pemilik penginapan tuh nggak diiket, jadi mas Ferdi juga berperan sebagai pawang anjing buat aku dan mbanggi, hehe. Kami mulai gelisah pas jam 4 lewat 10 dia belum dateng juga. Mbanggi usaha nelponin, nggak diangkat. Kami dah siap-siap mau nyari ojek aja, yatapi kan ojek ke Kelimutu nggak asal lewat aja di jalanan. Mbanggi gelisah, aku udah pasrah aja. Yaudahlah ngga dapat sunrise juga nggapapa. Tapi alhamdulillah, setelah percobaan telpon ke sekian, akhirnya diangkat juga. Doi kesiangan bangun, haha. Sekitar jam 4.20 kami cabs ke Kelimutu.
Jalan menuju Kelimutu berkelok-kelok parah, dan dingin hawanya. Sepanjang jalan nggak nampak ojek pun. Jam 5 pagi, kami sampai di parkiran Taman Nasional Kelimutu. Oh iya, di pintu gerbang, kita harus beli tiket masuk dulu. Tenang, murah kok. Satu orang 5ribu, dan satu mobil 10ribu, jadi kami harus bayar 20ribu saja. Setelah sholat subuh, kami mulai jalan menuju puncak Kelimutu.
Jalur untuk trekking-nya nggak terjal, dan udah jelas banget jalurnya memang. Karena masih gelap banget, mas Ferdi nampak khawatir melepas aku dan mbanggi, dia sampai nawarin mau ngantar sampai atas, wkwkw. Tapi karena ada rombongan yang berangkat juga, kami optimis ngga akan nyasar. Selama masih gelap, gemintang tampak jelas sekali di langit, Masya Allah, kayak lautan bintang. Perjalanan menuju puncak memakan waktu sekitar 45 menit. Yang lumayan bikin ngap tuh tangga-tangga pas udah mau nyampai atas. Tapi kelelahan itu terhibur dengan pemandangan langit oranye yang indah, bahkan sebelum matahari benar-benar muncul. Aku dan mbanggi mempercepat langkah, nggak ingin ketinggalan menyaksikan sunrise di puncak.
Sampai di puncak, kami mengambil posisi paling mantap menanti sunrise.
danau Kelimutu |
pendaran matahari <3 |
Sekitar jam 6 pagi, matahari mulai menampakkan sinarnya.
Honestly, sunrise di Kelimutu ini adalah salah satu sunrise tercantik yang pernah aku saksikan. Selain faktor cuaca yang lagi cerah (jadi mataharinya bisa kelihatan bulat banget), kombinasi pemandangan di sekitarnya juga bikin cantik. Di sini juga ada beberapa pedagang minuman/makanan panas, bisa untuk menghangatkan diri di tengah terpaan hawa dingin.
Anyway, setelah matahari muncul menerangi semuanya, pemandangan jadi semakin indah, Masya Allah..
penjelasan soal Danau Kelimutu (Danau Tiga Warna) |
Betah kami ada di puncak untuk foto-foto dan menikmati segelas teh panas sembari mengamati pemandangan sekitar.
Setelah puas, kami pun jalan turun menuju parkiran. Namun, perjalanan kami tak mulus. Ada beberapa kera kecil yang ngelihatin dan nampak mau mengikuti kami. Karena gelagat kami yang keliatan banget takut sama itu kera, sampai ada mas-mas guide yang bantuin kami turun beberapa anak tangga, wkwk. Dasar cemen emang, sama anjing takut, sama kera juga takut, wkwk.
Perjalanan turun juga menyuguhkan pemandangan indah, lho!
Sekitar jam 8 pagi, kami cabs kembali ke penginapan untuk bebersih, beberes, dan melanjutkan perjalanan ke Ende lagi. Jam 9an, mas Ferdi sudah jemput kami lagi. Oiya, sebelum kembali ke Ende, kami mampir ke Desa Adat Suku Wologai. Rumah-rumah di desa adat ini sebenarnya sudah tak lagi dihuni. Desa ini baru dihuni kembali ketika ada upacara adat saja.
Selama di perjalanan, mas Ferdi nanyain selama di Ende nanti kami jalan-jalannya naik apa. Kami bilang lah kalau mau nyewa motor. Nah ternyata mas Ferdi punya kenalan sewa motor, tuh. Akhirnya kami setuju untuk sewa motor di temennya dia. Sekitar jam 12 siang, kami sampai di penginapan. Di Ende ini kami menginap di Hotel Syifa, namanya. Salah satu pertimbangan kami pilih hotel ini adalah karena dekat dengan bandara, secara pesawat kami ke Labuan Bajo tuh hari Kamis pagi, jadi biar ngga jantungan keburu-buru ke bandara-nya. Setelah menyelesaikan urusan keuangan sama mas Ferdi, kami gegoleran di kamar, sembari nonton Harry Potter, hahaha. Yap, mbanggi bawa flashdisk yang isinya film-film, katanya sih buat jaga-jaga kalau bosen di kapal. Motor bakal diantar jam 2 an nanti, jadi masi ada banyak waktu untuk leyeh-leyeh.
Setelah sholat dzuhur, kami pun siap-siap nyari makan. Jadi, happynya, hotel kami ini diapit 2 tempat makan, hehehe. Makan siang kami sepakat belok ke aneka sambal yang ada di sebelah kiri hotel. Kami pesan ayam bakar dan sambal terasi matang. Tapi eh tapi, lamaaaaa banget datangnya, haha. Tapi (lagi) di luar dugaan, sambalnya enak banget! Walau agak kurang pedes, tapi enak. Harganya juga nggak mahal, berdua cuma 65 rebu, udah sama minum. Sekitar jam 2 siang, motor datang, dan mbanggi diminta nganterin yang punya motor untuk balik ke rumahnya dulu, wkwkwk.
Setelah motor di tangan, kami pun menuju destinasi pertama: Rumah Pengasingan Bung Karno. Untuk ke tempat ini, entah kami mesti mutar-mutar berapa kali, hahaha. Oiya, di Ende nih super aman, gengs. Motor diparkir gitu aja di pinggir jalan, aman. Tapi ya dikunci ya, itu sebagai bentuk ikhtiar kita menjaga, hehe.
Rumah pengasingan Bung Karno bisa dibilang berukuran relatif kecil, tapi cantik. Syukurlah rumah ini masih terawat dengan baik. Nggak ada tiket masuk, kita hanya akan diminta untuk mengisi buku tamu dan sumbangan sukarela untuk perawatan rumah ini.
Kelar foto-foto, kami lanjut mencari Taman Perenungan Bung Karno yang berdasarkan gugel maps sih udah deket situ. Dan lagi-lagi kami mutar-mutar beberapa kali karena nggak nemu pintu masuknya, hahaha. Setelah putaran ke sekian, akhirnya kami nemu pintu masuknya yang tersembunyi antara beberapa truk gitu.
Setelah dari sana, kami coba mencari Pantai Ria (sebelumnya kami googling pantai di Ende, muncullah pantai Ria yang katanya menjadi pantai favorit di sana untuk menghabiskan sore. Ternyata letaknya juga nggak jauh. Jadi wilayah pantai Ria (dan beberapa pantai lainnya) itu ada di dekat rumah Pengasingan Bung Karno. Tapi ternyata setelah sampai sana, pantainya pantai nelayan gitu, gengs, jadi yaaa memang agak kotor gitu. Jadilah kami cuma menyusuri jalan tepi pantai itu pakai motor, hehe. Waktu udah mendekati ashar, aku dan mbanggi melipir ke masjid yang tadi sempat kami lewati, kami jamaah di sana.
Sekitar jam 4 sore, kami akhirnya memilih untuk ngeskrim, mengingat udara udah panas banget (tapi gluduk-gluduk kayak mau hujan). Mbanggi sempat bilang kalau mas Ferdi tadi ngewatsap nanyain kami kemana aja hari itu. Yang lucu sih pesan terakhirnya:
"Hati-hati ilang ya mbak,"
Hhahahaa.
Kami pun melipir ke kafe yang nggak seberapa jauh dari hotel, namanya Caste Hogen Ice Cream. Kafenya luar biasa kekinian dan instagramable. Cocok untuk ngadem dan foto-foto.
Sebelum adzan maghrib berkumandang, aku dan mbanggi pulang ke penginapan. Kami bebersih dan beberes, daaaan nonton Harry Potter lagi, hahahaha.
Sekitar jam 8 malam, kami keluar untuk nyari makan. Kali ini kami ke tempat makan di sebelah kanan hotel. Karena sebenernya mata udah ngantuk, kami malas makan yang ribet, pilihan jatuh ke bakmie jawa. Dan di luar dugaan (lagi), rasanya enaaaak, sedep, seger :9 Perut kenyang, kami pulang ke hotel dan beberes barang-barang untuk lanjut ke Labuan Bajo esok hari.
Day 3: 12 April 2018
Pesawat kami ke Labuan Bajo berangkat jam 07.25. Kemarin mbanggi udah bilang ke mbak resepsionis kalau hari ini minta diantar ke Bandara. Awalnya kami minta diantar jam 6 pagi, tapi katanya bandara belum buka jam segitu. Selain itu, bandara kan dekat banget, jadi bisa lah kalau jam setengah 7 aja berangkat dari penginapan. Nah ternyata pas kami check out, mobil yang ngantar ke bandara udah berangkat, hiks. Daripada nungguin balik (yang entah jam berapa baliknya), akhirnya kami milih naik ojek aja. Cuma bayar 5ribu, hehe.
Sesampai di bandara, jeng jeeeeengggg, kami kebarengan sama rombongan anak (SMA atau kuliah) gitu deh yang mau study tour ke Labuan Bajo juga. Bandara Ende itu kecil gengs, kedatangan sama keberangkatan jadi satu pintu. Loket check in juga cuma 3, pakai meja biasa aja gitu. Udah gitu, ini yang check in barengan ini semuanya ngantri, nggak perwakilan doang. Udah gitu (lagi), ini bocah-bocah yang baru dateng pada ngga ngantri di belakang, tapi langsung ke depan meja check in bareng temen-temennya. Hadeeuhh. Lima belas menit antrian nggak bergerak. Akhirnya aku dan mbanggi diajakin bapak-bapak untuk bikin antrian sendiri di samping, di luar antrian bocah-bocah tadi. Alhamdulillah it works, akhirnya kami dilayanin juga, berhasil check in juga. Kami pun jalan menuju pesawat. Daaaaan, kami sepesawat sama bocah-bocah tadi, haha.
Pesawat ke Labuan Bajo terbang rendah, dan hanya perlu waktu sekitar 30 menitan.
Sekitar jam 8 pagi, kami sampai di Labuan Bajo.. Yeaaayyy :D
Part 1 sampai sini dulu yaaa, sampai jumpa di part 2 :)
Rincian pengeluaran selama di Ende
1. Pesawat Jakarta - Ende (2 kali transit, Surabaya dan Kupang) : Rp1.350.000/ orang
2. Pesawat Ende - Labuan Bajo: Rp400.000/ orang
3. Makan di kafe depan penginapan desa Moni: Rp107.000 berdua (harga makanan/minuman di Ende tuh nggak mahal, kok, hampir sama kayak di Jakarta)
4. Sewa Mobil/ taksi untuk Ende - Moni (Kelimutu) - Ende: Rp1.150.000/ mobil (include bensin dan sopir)
5. Sewa motor jalan-jalan di Ende: Rp100.000/ motor
6. Masuk kampung adat Wologai: Rp20.000 berdua
7. Masuk Taman Nasional Kelimutu: Rp20.000 (per orang Rp5.000, mobil Rp10.000)
8. Penginapan di Moni, Watugana Bungalow: Rp201.000
9. Penginapan di Ende, Hotel Syifa: Rp300.000