|
sumber: Times Now |
Kesehatan mental menjadi isu yang
ramai dibicarakan baru-baru ini, khususnya di kalangan generasi muda. Berbagai
informasi mulai dari cara menjaga kesehatan mental, sampai bahayanya self
diagnose menjadi topik hangat yang sering berseliweran di sosial media. Remaja
dipandang sebagai kelompok usia yang paling rentan mengalami gangguan mental
dikarenakan emosi yang belum stabil, salah satunya dikaitkan dengan perubahan
hormon dalam tubuhnya.
Berdasarkan hasil survei Indonesia
National Adolescent Mental Health Survey (I-NAMHS), ada satu dari tiga remaja
berusia 10-17 tahun di Indonesia memiliki masalah kesehatan mental dalam 12
bulan terakhir, atau setara dengan 15,5 juta orang remaja. Temuan lainnya
mengatakan bahwa 2,45 juta remaja berusia 10-17 tahun di Indonesia juga
mengalami gangguan mental
Gangguan kecemasan menjadi gangguan
mental paling banyak diderita oleh remaja, yakni 3,7%, yang merupakan gabungan
antara fobia sisoal dan gangguan cemas secara menyeluruh. Persentase tersebut
diikuti oleh gangguan depresi mayor sebanyak 1%, gangguan perilaku sebesar
0,9%, serta PTSD (gangguan stress pasca-trauma) dan ADHD (gangguan pemusatan
perhatian dan hiperaktivitas) masing-masing sebesar 0,5%. Pedihnya, hanya 2,6%
dari remaja yang memiliki masalah kesehatan mental menggunakan fasilitas
kesehatan mental atau konseling untuk membantu mengatasi masalahnya.
Berkaca pada penelitian I-NAMHS
sebelumnya, maka upaya-upaya untuk menjaga kesehatan mental memang mutlak harus
dilakukan. WHO mendefinisikan kesehatan mental sebagai kondisi dimana seseorang
mampu mengatasi stress, bekerja secara produktif, dan berperan serta di
komunitas dan masyarakat. Salah satu cara yang paling mudah untuk menjaga
mental tetap sehat adalah dengan menerapkan self-love atau mencintai diri
sendiri. Apa sih self-love itu? Menurut Andrea Brandht, seorang psikolog asal
Amerika Serikat, self-love adalah menerima dan menghargai kekurangan dalam diri
karena hal ini dapat membuat kita menjadi diri sendiri dan dapat memiliki belas
kasih terhadap diri sendiri. Dengan memiliki self-love yang kuat, maka
seseorang akan memiliki rasa penerimaan diri yang kuat, mampu mengenali
kebutuhan maupun emosi yang dirasakannya, sehingga dapat mengantisipasi atau
mengatasi emosi-emosi negatif yang dia rasakan dengan cara yang positif.
Maharaj & April (2013) dalam
penelitiannya yang berjudul The Power Of Self-Love in The Evolution of
Leadership and Employee Engagement, mengungkapkan bahwa ada lima hal yang dapat
membangun self-love itu sendiri, yaitu:
a.
Self-Knowledge : mengenali kebutuhan diri,
motivasi, tujuan, kemampuan, dan hal-hal yang menyangkut diri sendiri.
b.
Self- Acceptance : menerima segala kelebihan
maupun kekurangan yang ada dalam diri sendiri.
c.
Self- Renewal : memastikan diri sendiri tumbuh
dari segu fisik, mental, dan spiritual.
d.
Self-Transcendence : memahami bahwa diri ini
merupakan bagian kecil dari kehidupan dan bagaimana kita memberi makna dalam
hidup.
e.
Self-Being : mengakui eksistensi diri sendiri
dan melepaskan kebutuhan akan validasi orang lain atau masyarakat.
Setelah tahu bahwa self-love punya
peran penting untuk menjaga kesehatan mental, pasti jadi bertanya-tanya nih,
sudahkah selama ini kita mencintai diri sendiri? Apa saja sih yang bisa
dilakukan untuk menciptakan self-love dalam diri kita?
Memahami Diri Sendiri
Tahap pertama adalah penting untuk
bisa memahami diri sendiri. Apa sih yang sebenarnya diri kita butuhkan? Emosi apa
sih yang sebenarnya sedang kita rasakan? Bagaimana cara agar diri kita merasa
tenang? Orang yang bagaimana sih yang dirasa membawa pengaruh positif bagi kita?
Begitulah, banyak pertanyaan yang
harus kita ajukan kepada diri sendiri, dan kita juga yang harus mencari
jawabannya. Ketika semua pertanyaan itu bisa kita jawab, maka kita telah
berhasil mengenali dan memahami diri kita. Apa pentingnya? Misal nih, ketika
kita merasa lelah dan tidak dihargai atas kerja keras kita, ada dua respon yang
berbeda: orang yang memahami dirinya, tahu apa yang harus dilakukan dan apa
yang dia butuhkan untuk merespon perasaan itu, misalnya “oh kalau aku lagi
ngerasa lelah dan tidak dihargai seperti ini, aku butuh recharge semangat lagi
dengan travelling, nih”. Nah, berbeda dengan orang yang tidak memahami dirinya,
bisa jadi dia akan merespon perasaan itu dengan memperburuk kinerjanya atau hal
lain yang bisa jadi malah merugikan dirinya sendiri.
Menerima Diri Sendiri
Memahami diri sendiri termasuk dengan
mengetahui apa-apa kelebihan dan kekurangan diri, kebaikan dan keburukan diri. Maka
selanjutnya yang harus dilakukan adalah menerima semua itu sebagai bagian dari
diri kita. Jika ada yang bisa diperbaiki, tentu kita harus berusaha memperbaikinya.
Tapi jika itu menyangkut hal yang tidak bisa diubah (misal kondisi fisik), maka
kita harus menerimanya. Segala emosi yang kita rasakan, itu valid, tidak
apa-apa untuk kita rasakan.
Orang yang memiliki penerimaan diri
yang besar, justru relatif lebih mudah untuk mengembangkan diri, karena dia
mengetahui dan menerima apa-apa yang belum dia miliki, apa yang harus dia
lakukan untuk meningkatkan skill-nya. Selain itu, kita juga lebih mudah untuk
memvalidasi perasaan atau emosi yang kita rasakan. Misal nih, kita lagi patah
hati. Kalau kita menerima perasaan patah hati itu, membiarkan diri kita meluapkan
perasaan (dengan nangis misalnya), maka kita akan lebih mudah merasa legowo,
merelakan, dan pada akhirnya bisa move on lebih cepat. Beda kalau kita terus
menyangkal perasaan itu, yang ada malah semakin kepikiran terus menerus.
Mengapresiasi Diri Sendiri
Nggak ada salahnya kok, sesekali kita mengapresiasi
diri sendiri, misalnya dengan travelling, makan makanan enak, nonton konser,
atau melakukan apapun yang kita suka. Apalagi setelah kita bekerja keras untuk
mencapai sesuatu. Penting untuk kita punya kemampuan untuk mengapresiasi diri
sendiri, kenapa? Karena nggak semua orang bisa memberikan apresiasi itu untuk
kita, maka mulailah untuk menghargai diri kita sendiri. Berterima kasihlah
karena tubuh, jiwa, dan pikiranmu sudah bekerja sejauh ini, melalui suka duka
bahkan menjalani hari-hari yang tidak mudah, sampai menjadi diri kita hari ini.
Terakhir, jangan ragu meminta tolong
pada ahlinya, jika kamu merasakan ada masalah pada kesehatan mentalmu. Jangan takut
pergi ke psikolog, tidak usah malu melakukan bimbingan konseling apabila memang
diperlukan. Banyak sekali akses untuk informasi mengenai kesehatan mental, salah
satunya kamu bisa simak artikel-artikel yang ada di website dan blog Dear Senja https://www.dearsenja.com/ atau https://www.blog.dearsenja.com/ . Atau kalau kamu juga ingin sharing-sharing soal kesehatan mental, yuk,
join event nulis #DearSenjaBlogCompetition.
Sumber
https://dataindonesia.id/ragam/detail/survei-1-dari-3-remaja-indonesia-punya-masalah-kesehatan-mentali
https://theconversation.com/riset-sebanyak-2-45-juta-remaja-di-indonesia-tergolong-sebagai-orang-dengan-gangguan-jiwa-odgj-191960
Deborah Khoshaba, “A Seven-Step
Prescription for Self-Love”, Psychology Today,
(https://www.psychologytoday.com/us/blog/get-hardy/201203/seven-step-prescription-self-love,
Senin, 11 April 2022, 10:42).
Nila Zaimatus Septiana dan Jesi
Darina, “Membangun Self Love Pada Remaja Pengguna
Instagram Ditinjau Dari Pespektif
Dramaturgi (Studi Fenomenologi Remaja Pengguna Instagram di
Desa Ngebrak)”, Shine Vol. 2,
No. 1 (2021), 12.